Sunday, October 28, 2012

Silsilah Ida Bhetara Ida I Dewa Kalesan / Ida I Dewa Gde Sukahet

Silsilah Ida I Dewa Kalesan / Ida I Dewa Karang / Ida I Dewa Gde Sukahet - manut prasasti Pemerajan Agung Pohmanis

Friday, September 21, 2012

Perlambang Ksatria Sukahet

Perlamabang Ksatria Sukahet
Makna dan arti pada perlambang:
1. Yoni - melambangkan sakti dari pada Lingga (Siwa) yaitu Dewi Uma yg kemudian bermanifestasi sebagai Dhurga Candra Bhaerawi. Dalam Babad diceritakan bahwa Ida I Dewa Sumretta mendapat panugrahan Ida Bhatari Dhurga Candra Bhaerawi yaitu Wangkes Bang (warna merah pada Yoni menyimbolkan "wangkes Bang").
2. Ongkara - mengartikan Siwa, manunggalnya Siwa (Lingga) dan Dewi Uma (Yoni) memberikan Kehidupan bagi para pretisentana Ida I Dewa Sumretta yang sekarang bergelar Ksatria Sukahet.
3. Meru Metumpang Lima - Linggih Ida Bhetara Dalem Segening yang ada pada Pemrajan Agung Sukahet. Meru ini menjadi ke khas an dari Bhetara Dalem Segening.
4. Sayap - melambangkan Ksatria Sukahet sebagai pelindung dengan menjalankan Dharma Ksatria dan Dharma Agama, dapat pula diartikan sebagai pelindung (Pekandel Raja) Ida Dewagung Jambe (Raja Klungkung) hingga puputan Klungkung.
5. Keris - Tosan Aji (dua Pusaka kerajaan) melambangkan kebesaran dan kewibawaan bagi setiap ksatria. mengapa dua??? sangatlah beralasan karena mengingat peran para leluhur (Ksatria Sukahet beserta keluarga Ida Dewa Agung Jambe selaku Raja Klungkung) sangatlah selalu berdampingan antara Raja dan Manca/Pekandel/Pengabih, adanya Keraton Semarajaya tidak terlepas dari peranan Puri Den Bencingah.

Sunday, February 19, 2012

Pemberian Gelar Baru oleh Kolonial - Kajian gelar "Dalem"

Setelah takluknya Kerajaan Klungkung pada perang puputan 1908 menandakan kemenangan kolonioal Belanda dan pemerintahan seluruh Bali beralih ke tangan Belanda terhitung sejak gugurnya Ida I Dewa Agung Jambe beserta seluruh ksatria pelindung Kreaton Smarajaya. 
pada tanggal 1 Juli 1929, berdasarkan Staatsblaad No.226 Gouvenour Generaal van Nederland Indie, pemerintah Hindia Belanda membagi wilayah pulau Bali menjadi delapan daerah pemerintahan Landschaap sesuai dengan situasi dan kondisi sistem adat yang berlaku saat itu.
para pejabat yang memegang masing-masing wilayah ini disebut Best Uurder, setingkat Bupati sekarang.
Pada tahun 1938 berdasarkan "Zelfbestuur Regeling tahun 1938" , merupakan usaha penyeragaman pemerintahan seluruh jajahan Hindia Belanda di Indonesia, disamping untuk mengambil hati para penguasa pribumi agar tetap setia kepada Belanda maka wilayah yang ada di Bali ditingkatkan menjadi Leadschaap yang sifatnya lebih mandiri dan otonom. sedangkan kepala pemerintahnya disebut Regent.
Untuk menyenangkan sehingga dengan mudah untuk dapat menguasai dan mengendalikan kapada pemerintah ini, maka berdasarkan keputusan Gubernur General Hindia Belanda No.21, tertanggal 7 Juli 1938 resmilah di Bali berdiri lagi Kerajaan baru bentukan Kolonial Belanda dengan kepala pemerintahan disebut Raja.
Untuk pertama kalinya yang diangkat oleh Belanda di kedelapan kerajaan tersebut menjadi raja sesuai dengan peraturan Belanda itu adalah:
1. I Dewa Gde Oka Geg diangkat menjadi Raja Klungkung dengan gelar "Ida I Dewa Agung". Dengan demikian beliau sejak saat itu disebut Ida I Dewa Agung Gde Oka Geg.
2. I Gusti Ngurah Alit diangkat menjadi Raja Badung dengan gelar "Tjokorda". Beliau sekarang dipanggil Tjokorda Ngurah Alit.
3. I Gusti Ngurah Gde diangkat menjadi Raja Tabanan dengan gelar "Tjokorda", maka beliau setelah itu dipanggil Tjokorda Ngurah Gde.
4. I Dewa Ngurah Ketut diangkat menjadi Raja Bangli dengan gelar "Anak Agung", jadi beliau sejak saat itu dipanggil Anak Agung Ngurah Ketut.
5. I Dewa Ngurag Agung diangkat menjadi raja Gianyar dengan gelar "Anak Agung", jadi semenjak itu beliau dipanggil dengan Anak Agung Ngurah Agung.
6. I Gusti Bagus Djelantik diangkat menjadi raja Karangasem dengan gelar "Anak Agung" dan sekarang beliau dipanggil Anak Agung Bagus Djelantik.
7. I Gusti Bagus Negara diangakat menjadi raja Jembrana dengan gelar "Anak Agung", sehingga beliau dipanggil Anak Agung Bagus Negara.
8. I Gusti Putu Djelantik diangkat menjadi Raja Buleleng dengan gelar "Anak Agung" sehingga sejak saat itu beliau dipanggil Anak Agung Putu Djelantik.
Regent / Raja Bali bentukan Belanda tahun 1938


Jadi Tjokorda/Cokorda, Anak Agung sekarang bukanlah nama keturunan, tetapi merupakan sebuah gelar bagi mereka yang diangkat menjadi wakil Belanda oleh penjajah Belanda. gelar "Ida I Dewa Agung" diberikan kepada Raja Klungkung karena mengingat Klungkung merupakan pusat dari Kerajaan zaman dahulu. begitu pula dengan gelar Tjokorda dan Anak Agung diberikan kepada kerajaan lain karena dianggap kerajaan tersebut merupakan bawahan Klungkung.
fenomena yang terjadi sekarang ialah maraknya penggantian nama maupun gelar di Bali, padahal jika dikaji lebih jauh nama raja ataupun leluhur terdahulu sangatlah berwibawa dan melegenda seperti nama "Gusti" dan "Ida I Dewa Agung", sebagai contoh yaitu: Raja Denpasar yang berperang Puputan dengan Heroismenya bernama "I Gusti Ngurah Made Agung". Raja Gianyar dahulu bergelar "Ida I Dewa Manggis Kuning/ Ida I Dewa Manggis Jorog". Gelar Raja Klungkung yang perang Puputan pada 1908 bernama "Ida I Dewa Agung Jambe". begitu wibawanya nama-nama beliau.
seperti halnya pemakaian gelar "Dalem" lagi kepada Abhiseka Ratu di Puri Klungkung. hal yang perlu dikaji lebih dan ulang karena merujuk pada gelar "Ida Dalem" yang merupakan gelar pingit dari raja-raja dinasti Samprangan hingga Gelgel, namun pada saat perpindahan kerajaan ke Klungkung dan berdirinya Kraton Smarajaya gelar "Dalem" tidak dipakai lagi oleh Raja dan memilih menggunakan gelar "Ida I Dewa Agung". entah apa yang menjadi pertimbangan digunakan kembali gelar pingit "Dalem" oleh Puri Klungkung. sudah 
jelas pada penobatan Ida I Dewa Oka Geg menjadi Regent di Klungkung memilih gelar "Ida I Dewa Agung".
Jika dibaca ulang babad Dalem, perlukisan raja Bali periode Samprangan hingga Gelgel merupakan raja yang berwibawa terlebih pada raja Dalem Waturenggong. gelar "Dalem" merupakan gelar bagi seorang Raja yang mendalami dharma agama dan dharma ksatria. Dharma Agama yaitu beliau yang mengayomi masyarakat dan berbakti layaknya seorang pandita maka beliau juga disebut seorang "Dalam" mendalami dan mengetahui agama secara mendalam, tata pemerintahan sebagai dharma negara dan mampu mensejahterakan rakyat.

Puputan Klungkung 1908 dan BAB yang hilang.

Mrajan Agung Sukahet - Warisan Raja Klungkung

Mrajan Agung Sukahet merupakan tonggak sejarah dari keturuan raja-raja Klungkung dan hubungan erat dengan saudaranya yaitu para Ksatria Sukahet sebagai Manca Agung Raja Klungkung.

Meru Tumpang Lima linggih Ida Bhetara Dalem Segening, Ida Bhetara Dalem Dimadya di Mrajan Agung Sukahet - Klungkung

Sejarah Mrajan Agung Sukahet.
Ida I Dewa Karang telah diangkat menjadi manca, maka ada empat orang di Puri Denbencingah yang menjadi Manca, hal pertama yang dilakukan oleh beliau adalah membangun Mrajan Agung Sukahet yang dahulunya hanya berupa pemerajan rumah (mrajan kemulan) yang dibangun oleh Ida I Dewa Paduhungan, Ida I Dewa Negara, dan Ide I Dewa Kereng. sekitar awal pembangunan Kraton Smarajaya dan Puri Denbencingah (sekitar tahun 1686-1700M...sumber: Buku Dharma Agama lan Dharma Negara oleh Ida I Dewa Gede Cakranegara). pada tahun 1963 tercatat direnovasi I dan pada tahun 2000 direnovasi II.
Melihat kondisi Mrajan yang sangat rapuh maka diajukanlah permohonan kepada adiknya yang menjadi Istri Prami raja Klungkung dan disetujui oleh raja, maka perintah beliau adalah memperbaiki Mrajan Agung Sukahet dan peningkatan status mrajan menjadi Mrajan Pedharman bagi keluarga Raja Klungkung, dengan menstanakan Raja Ida I Dewa Agung Dimadya beserta Ibu Raja Ida I Dewa Agung Sakti yaitu Ida I Dewa Ayu Kerti. selain itu di Mrajan Agung Sukahet distanakannya Ida Bhetara Dalem Segening dengan Meru tumpang Lima.
Dengan kenyataan ini maka pada saat itu memang tidak ada Pemerajan Agung bagi seluruh sentana Dalem Segening untuk mengayat Bhatara-Bhetari Kawitan, sehingga Mrajan Agung Sukahet yang dibagun oleh keturunan Ida I Dewa Sumretta dan Raja Ida I Dewa Agung Jambe raja Klungkung I.
Belakangan baru dibuatkan suatu pengayengan kepada Leluhur di Pedharman Besakih yang disebut Segening di sebelah Taman Sari dan Penataran Agung di Banjar Sengguhan yang baru disebut Pura Segening (bukan tempat berstananya Dalem Segening, karena sebagai betara Kawitan beliau juga dapat berada/berstana diseluruh mrajan kawitan Ksatria Dalem). fungsi Pura ini tiada lain digunakan oleh Raja dan Keluarganya untuk Ngyeng/Ngayat Bethara/Bhetari di Pedharman Besakih karena saat itu Raja Klungkung bermusuhan dengan Raja Karangasem, sehingga tidak mungkin keluarga Raja Klungkung untuk ke Besakih yang masih menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Karangasem.
dengan dibangunnya Mrajan Agung Sukahet sebagai Pedharman maka Raja Klungkung mengeluarkan Bhisama "kepada Kulewarga Tjokorda Ketut Agung bersama seluruh keturunannya medadia dan tidak boleh pecah" (namun sejak tahun 60'an tidak lagi medadia tanpa alasan yang jelas).

Pemedal Agung Mrajan Agung Sukahet Klungkung

Mrajan Agung Sukahet menurut Prasasti/Wesana Puri Kelodan.
Pada saat ada kekuasaan Ida I Dewa Agung Dimadya II sebagai Raja Smarajaya yang ke III, semua putra Raja kecuali Ida I Dewa Agung Sangging adalah putra tertua. Pada suatu masa Permaisuri Raja Ida I Dewa Ayu Kerti/Desak Ayu Kerti (keturunan Ksatria Sukahet putri Ida I Dewa Karang cucu Ida I Dewa Peduhungan) yang merupakan Ibu dari Ida I Dewa Agung Sakti.Permaisuri berkeinginan membuat dan membangun tempat pemujaan (Mrajan), karena itulah kemudia Raja memanggil putra tertuanya yaitu Ida I Dewa Agung Sangging yang menjabat sebagai Manca di Puri Jero Kuta untuk diajak berunding tentang pembangunan Merajan. dari hasil musyawarah tersebut ada permitaan Ida I Dewa Agung Sangging dalam membangun Merajan harus ada pelinggih pemujaan untuk memuja Ida Bhetara Dalem Sesuhunan Sri Aji Anom Segening, dalam bentuk sebuah meru tumpang lima, hal inipun disetujui oleh Raja.
Akhirnya Ida I Dewa Agung Sangging memimpin serta memberikan segala kebutuhan sarana dan prasaran untuk membangun Merajan Agung Sukahet serta nantinya disungsung oleh seluruh keturunan Mulya (Satherehing) Ida I Dewa Sumretta (Ksatria Sukahet) sebagai leluhur Permaisuri Raja, kemudian Ida I Dewa Agung Sangging berpesan "ingatlah engkau semua, jika semua saudaraku disini berencana nantinya membuat "pratima" kamu harus sekaligus membuat sebuah tempat pemujaan dalam bentuk meru tumpang lima sebagai tempat berstananya Ida Bhetara Dalem Sri Aji Anom Segening".
pesan tersebut disanggupi oleh Ksatria Sukahet, namun sayang sebelum Merajan selesai Raja dan Prameswari telah berpulang ke Acintya, maka yang menggantikan beliau adalah Ida I Dewa Agung Sakti, kemudia pembangunan Merajan dilanjutkan kembali hingga selesai.
begitulah akhirnya pada hari Radite Umanis Kulawu (manis Tumpek Wayang) pertemuan dilaksanakan di Puri Kelodan, pada saat itu pula Baginda Raja Ida I Dewa Agung Sakti bersabda "baiklah Kanda, hamba memohon agar menyelesaikan semua kepentingan menyangkut Merajan tersebut, sekaligus mengenai pembuatan upakara penyucian untuk Ngelinggihang/Ngenteg Ida Bhetara Dalem Segening dan Ida Bhetara Dalem Dimadya termasuk arwah Ibu Hambda", setelah bersabda maka beliau juga memberikan dana bukti (Laba Pura/Mrajan) yang diberikan langsung kepada Ida I Dewa Sakti Kerung sebagai wakil Kulewarga.

Berdirinya Keraton Semarajaya dan Puri Agung Denbencingah - Klungkung

Setelah lama Ida I Dewa Jambe bermukim di Sidemen, seorang yang masih setia kepada dinasti Dalem yaitu Kyayi Anglurah Sidemen mengadakan pasebayan yang hendak menyingkirkan Kyayi Agnlurah Maruti dan mengembalikan dinasti Dalem memerintah kembali. 
yang memimpin sidang itu adalah Ida I Dewa Jambe putra keempat Ida Dalem Dimade, yang beribu dari Badung adik Kyayi Jambe Pule. sebagai penasehat Ida Pedanda Wayahan Buruan, Ikut serta dalam perundingan itu ialah Kyayi Jambe Pule dan pemuka pemerintahan Ler Bukit yaitu Kyayi Tamblang, Kyayi Tabanan, dan Kyayi Kaba-kaba. setelah selesai perundingan, Kyayi Anglurah Sidemen dengan bekas punggawa Gelgel itu segera memberikan saran kepada manca dan anglurah di Den Bukit, dan Anglurah Badung Kyayi Nambangan Jambe Pule agar bersama-sama membantu menumpas Kyayi Agung Maruti di Gelgel.
Pasukan Koalisi yang terdiri dari, Denbukit menyerang dari Barat berkemah di Penasan dengan senopati I Gusti Tamblang, Balayuda Badung langsung dipimpin oleh Kyayi Jambe menyerang dari arah selatan (Klotok) seebagai supit tengen yang bertugas menggempur sayap kanan pertahanan Maruti, sedangkan balayuda Sidemen dipimpin oleh Anglurah Sidemen menyerang dari arah timur laut sebagai supit kiri (sekitar kamasan dan jumpai), sedangkan pasukan Pekandel yang dipimpin tiga bersaudara Ksatria Sukahet yaitu Ida I Dewa Paduhungan, Ida I Dewa Negara, Ida I Dewa Kereng dengan membawahi balayuda yang masih setia dengan Dinasti Dalem merupakan pasukan pucuk pimpinan pelindung calon Raja penerus Dinasti Dalem.
Berkecamuklah perang penegakan Dinasti di Gelgel, semua pasukan saling beradu kekuatan. pada akhirnya Gelgel mampu dikuasai oleh pasukan gabungan Kyayi Anglurah Panji Sakti(Buleleng), Anglurah Sidemen (Karangasem), Kyayi Jambe Pule (Badung), Ida I Dewa Paduhungan, Ida I Dewa Negara, Ida I Dewa Kereng (Pelindung Raja), dan Ida I Dewa Jambe (Pimpinan). Kyayi Agung Maruti kemudian melarikan diri bersama pengiring setianya menuju daerah Jimbaran, dan ankhirya ke Mengwi.
Setelah Gelgel mampu dikuasai kembali oleh Ida I Dewa Jambe, dari perundingan dengan para koalisi maka pusat kerajaan pun dipindahkan ke Klungkung. disini Ida I Dewa Jambe mendirikan Kraton baru dengan nama Kraton Smarajaya, maka berakhirlah periode Gelgel dengan dibangunnya Kraton Smarajaya sebagai penanda tegaknya kembali Dinasti Dalem. Ida I Dewa Jambe bergelar Ida I Dewa Agung Jambe sebagai Raja Klungkung I dan diakui kembali sebagai Sesuhunan Bali - Lombok namun daerah kekuasaan hanya sebatas Klungkung.

Pemedal Agung Raja-raja periode Klungkung Ida I Dewa Agung Jambe

Atas jasa tiga bersaudara Ida I Dewa Paduhungan, Ida I Dewa Negara, Ide I Dewa Kereng yang merupakan saudara dari Ida I Dewa Agung Jambe, raja Klungkung I maka beliau bertiga diangkat menjadi Manca dan dibuatkan Puri di utara bencingah Kraton Semarajaya, kemudian diberikan nama Puri Agung Denbancingah (Kantor Bupati Klungkung sekarang dan luasnya hingga ke barat tepatnya di Puri Agung Klungkung sekarang). karena adanya titah Raja Ida I Dewa Agung Jambe "Wahai Keturunanku, dimanapun Raja Berada, Maka disanalah para Ksatria Sukahet berada, tidak boleh dipisahkan".

Pamedal Agung, Mrajan Agung Sukahet - Klungkung